Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, baru-baru ini mengungkapkan kepada publik mengenai strategi perusahaan yang dipimpinnya dalam menciptakan kemandirian energi nasional. Menurutnya, Pertamina telah menerapkan strategi pertumbuhan ganda untuk mencapai tujuan tersebut, yang meliputi optimalisasi bisnis yang sudah ada dan ekspansi ke bisnis rendah karbon.
Di tengah tantangan dan tekanan global terhadap sektor energi, Pertamina sedang berusaha mereformasi struktur bisnisnya. Perusahaan ini berkomitmen untuk tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi energi tetapi juga beralih menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Dalam diskusi yang berlangsung di Anjungan Sarinah, Jakarta Pusat, Simon menjelaskan dua aspek utama dari strategi tersebut. Pertama, mereka berupaya memaksimalkan kapasitas dari bisnis yang sudah ada. Kedua, mereka bertekad untuk meneroka peluang dalam bisnis yang rendah emisi karbon.
Pentingnya Optimalisasi Bisnis yang Sudah Ada dalam Energi
Optimalisasi bisnis yang telah ada merupakan langkah strategis yang diambil oleh Pertamina. Salah satu fokus utama adalah pengembangan teknologi dalam proses produksi minyak dan gas bumi. Hal ini sangat penting karena mayoritas sumur yang dikelola oleh Pertamina termasuk dalam kategori sumur tua, sehingga memerlukan perhatian khusus.
Simon menyatakan bahwa inovasi teknologi dan inisiatif lain yang diterapkan bertujuan untuk memperlambat penurunan produksi dari sumur-sumur tersebut. Dengan memperkenalkan metode baru, mereka berharap dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh dari sumber daya yang ada.
Tidak hanya itu, Pertamina juga mendorong peningkatan kapasitas kilang untuk lebih efisien dalam mengolah hasil produksi. Salah satunya adalah proyek RDMP Balikpapan yang rencananya akan mulai beroperasi pada tanggal 10 November mendatang.
Transisi Menuju Energi Bersih dan Bisnis Rendah Karbon
Seiring dengan transisi menuju energi bersih, Pertamina juga sedang fokus pada pengembangan bisnis rendah karbon. Salah satunya adalah dengan mendorong ekosistem biofuel yang diprediksi akan menjadi bagian integral dari strategi perusahaan. Saat ini, Pertamina sudah mengenalkan produk E5, yang merupakan bahan bakar dengan kandungan etanol sebesar 5 persen.
Kedepannya, perusahaan berencana untuk mengembangkan produk-produk lain seperti B40 dan E10 yang akan diluncurkan pada tahun depan. Simon menjelaskan bahwa langkah ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menciptakan sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan energi panas bumi juga menjadi salah satu fokus utama. Simon menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi terbesar kedua di dunia dalam hal ini, dan pihaknya berencana untuk meningkatkan kapasitasnya demi mencapai posisi teratas pada tahun 2029.
Inisiatif Teknologi dan Carbon Capture dalam Energi
Dalam memperkuat langkah menuju bisnis rendah karbon, Pertamina juga bersungguh-sungguh mengembangkan teknologi carbon capture. Dalam banyak kasus, teknologi ini memungkinkan penangkapan emisi karbondioksida dari proses produksi energi, sehingga mendorong industri berjalan lebih berkelanjutan.
Simon menegaskan bahwa semua inisiatif yang dilakukan harus sejalan dengan misi dan tujuan pemerintah. Pengembangan teknologi serta inovasi lainnya akan menjadi pilar utama dalam mengurangi emisi karbon sambil tetap menjaga produktivitas.
Salah satu keuntungan dari pengembangan teknologi ini adalah meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. Dengan cara ini, Pertamina berharap dapat menekan biaya dan emisi yang dihasilkan, sambil tetap menjaga kemandirian energi.