Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia mengumumkan bahwa gelaran Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 akan digelar untuk pertama kalinya pada 8-10 Oktober, bertempat di The Sultan Hotel, Jakarta. Acara ini akan dilanjutkan dengan festival ekosistem hilir Jakarta Musikon pada 11-12 Oktober di Senayan Park, yang mengusung tema “Satu Nada Dasar.” Fokus utama dari konferensi ini adalah untuk menciptakan dialog antara berbagai pemangku kepentingan dalam industri musik Tanah Air.
KMI 2025 diharapkan menjadi wadah yang mempertemukan berbagai pihak, mulai dari komposer, performer, hingga pelaku-pelaku lain di industri musik. Dengan adanya forum ini, diharapkan tercipta kerjasama yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku industri musik demi kemajuan bersama.
Ruang Diskusi untuk Seluruh Pemangku Kepentingan Musik
Wakil Menteri Kebudayaan, H. Giring Ganesa Jumario, menegaskan bahwa KMI merupakan forum pertama yang mempertemukan regulator dari berbagai kementerian dengan seluruh pelaku ekosistem musik. Sejak kemerdekaan, belum pernah ada ruang seperti ini untuk dialog terbuka mengenai isu-isu yang dihadapi industri musik.
Giring menyampaikan bahwa tujuan utama dari KMI adalah untuk menghadirkan roadmap yang jelas bagi tata kelola industri musik dalam jangka waktu lima, sepuluh, hingga dua puluh tahun ke depan. Kebijakan lintas kementerian juga akan dibahas dalam forum ini agar segala aspek industri diperhatikan.
Salah satu topik penting dalam KMI adalah pengaturan royalti dan hak cipta yang selama ini menjadi permasalahan utama bagi para musisi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan kebutuhan dan keluhan yang ada di lapangan.
Menyikapi Tantangan dan Peluang dalam Industri Musik
Adanya isu tentang transparansi dalam pembayaran royalti menjadi salah satu fokus pembahasan dalam KMI. “Kami masih menunggu hasil perumusan revisi Undang-Undang Hak Cipta yang sedang dibahas,” kata Giring. KMI diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperjelas arah kebijakan terkait hal ini.
Platform musik digital seperti Spotify dan YouTube Music juga diundang untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan melalui keynote dan masterclass. Ini penting mengingat semakin tingginya konsumsi karya-karya dari Indonesia, terutama dari wilayah timur.
Di samping itu, isu ancaman dari “artificial streaming” juga akan dibahas. Ini adalah praktik yang dapat merugikan para kreator dan memerlukan respons yang cepat dari pemerintah agar musisi terlindungi.
Pengembangan Ekosistem dan Kolaborasi dalam Musik
Program Director Jakarta Musikon, Kukuh Rizal, menjelaskan bahwa edisi ketiga acara ini akan lebih fokus pada aspek hilir dari industri musik. Hal ini termasuk model bisnis baru dan branding musisi yang menjadi semakin penting dalam era digital. Kegiatan yang dirancang mencakup berbagai elemen yang memungkinkan kolaborasi antara pelaku industri.
Tiga pilar utama kegiatan mencakup pasar musik yang mengundang tenant merchandise, sekolah musik konvensional dan DJ, serta alat musik tradisional. Selain itu, akan ada bincang musik yang melibatkan komunitas dan akademi, serta pertunjukan musik dengan musisi dari Asia Tenggara.
Koordinasi dengan berbagai lembaga terkait juga dilakukan untuk mengoptimalkan aset yang ada, guna menjawab tantangan biaya venue yang tinggi. Ini termasuk pemanfaatan auditorium RRI dan fasilitas olahraga di daerah untuk meningkatkan pengalaman acara.
KMI 2025 berusaha melanjutkan semangat yang digagas oleh mendiang Glenn Fredly di gelaran sebelumnya. Panitia juga merencanakan penghormatan untuk Glenn, yang menghadirkan rasa saling menghargai di antara para pelaku industri. Ke depannya, Kementerian Kebudayaan memprogramkan pertemuan bulanan untuk memperkuat kerjasama antara berbagai elemen ekosistem musik.
Perwakilan berbagai organisasi dan musisi menyambut KMI sebagai platform yang sangat dibutuhkan. Mereka berharap forum ini dapat menghasilkan penataan sistem royalti yang lebih transparan dan penyelenggaraan festival berkualitas yang dapat meningkatkan promosi pariwisata serta daya tarik bagi pengunjung.