Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menekankan pentingnya peran pesantren dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Melalui kunjungannya ke Koperasi Pondok Pesantren Al Ittifaq, ia melihat potensi besar yang dimiliki lembaga pendidikan ini sebagai mitra strategis dalam pengembangan agribisnis di pedesaan.
Ia menyatakan bahwa pesantren tidak hanya sebagai tempat pendidikan, namun juga bisa menjadi pusat pemberdayaan ekonomi yang berfokus pada sektor pertanian. Model yang diterapkan oleh Al Ittifaq menjadi contoh nyata bagaimana lembaga keagamaan dapat mendorong produksi pangan dan membina petani dengan pendekatan profesional.
Dalam kunjungan tersebut, Sudaryono menggarisbawahi keberhasilan sistem produksi di Al Ittifaq, yang mengelola lahan seluas 14 hektare serta lebih dari 400 hektare lahan milik masyarakat binaan. Dengan pendekatan terintegrasi, mereka dapat memaksimalkan potensi pertanian dengan efisien.
Apresiasi tinggi diberikan kepada sistem budidaya hortikultura yang diterapkan di pesantren tersebut. Metode modern seperti teknik tumpang sari dari berbagai varietas menjadi salah satu inovasi yang diharapkan dapat ditularkan kepada pesantren lain di Indonesia.
Dirinya juga mendorong Direktorat Jenderal Hortikultura untuk mengembangkan program pelatihan yang ditargetkan pada pemuda di daerah dengan potensi agrikultur serupa. Hal ini bertujuan untuk menciptakan generasi yang mampu menerapkan ilmu pertanian secara efektif.
Pentingnya Inovasi dalam Pertanian Pangan
Sudaryono menekankan bahwa pengetahuan yang diperoleh dari luar negeri harus disesuaikan dengan kondisi lokal di Indonesia. Oleh karena itu, program pelatihan yang berbasis pada praktik dan pengalaman di lapangan sangat krusial untuk memperbanyak model keberhasilan di berbagai wilayah.
Dengan model agribisnis yang diterapkan di pesantren, diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi pedesaan yang mandiri. Melalui sistem koperasi yang dikembangkan, pesantren dapat membantu petani dalam standarisasi produk, kualitas, dan pemasaran hasil panen.
Pengelolaan yang terpusat dalam proses penyortiran dan penentuan kualitas menjadi kunci yang memberikan nilai tambah pada hasil pertanian. Selain itu, pola ini juga berpotensi menciptakan rantai pasok yang lebih efisien dan teratur.
Dalam pandangan Sudaryono, kemandirian pertanian pesantren juga terkait erat dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh pemerintah. Program ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan gizi anak, tetapi juga untuk memutar kembali ekonomi desa.
MBG seharusnya mengedepankan produk lokal, sehingga semua kebutuhan bahan pangan seperti sayur, ayam, dan telur berasal dari desa untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat mendorong keberlanjutan ekonomi rural dan kesejahteraan komunitas-setempat.
Peran Strategis Pesantren dalam Pembangunan Ekonomi Desa
Pesantren memiliki jaringan sosial yang luas, sehingga dapat mempercepat adopsi teknologi pertanian yang lebih modern. Dengan dukungan dari Kementerian Pertanian, pesantren dipandang mampu memperkuat kelembagaan petani dan membuka pasar yang lebih luas untuk produk hortikultura lokal.
Kementerian berkomitmen untuk memberikan pelatihan, pendampingan, dan kemitraan pasar yang dibutuhkan agar pesantren dapat bertransformasi diventor pertumbuhan ekonomi desa. Lewat langkah ini, diharapkan ketahanan pangan di tingkat nasional juga akan semakin terjaga.
Kegiatan budidaya yang berbasis pada pemahaman lingkungan dan karakteristik lokal diharapkan dapat mendatangkan hasil yang lebih optimal. Dengan demikian, pesantren dapat memimpin dalam penciptaan praktik pertanian yang berkelanjutan.
Inisiatif ini tidak hanya akan menguntungkan petani dan pesantren, tetapi juga akan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Melalui keberadaan pesantren sebagai pendorong ekonomi, perkembangan ekonomi desa dapat terjadi secara merata dan inklusif.
Di tengah tantangan dan dinamika yang ada, peran pesantren dalam sektor pertanian semua mungkin menjadi garda terdepan dalam menciptakan perubahan positif. Implementasi model agribisnis seperti yang dilakukan di Al Ittifaq diharapkan dapat menginspirasi pesantren lain untuk mengikuti jejak serupa dalam mendukung ketahanan pangan nasional.