Kepala Badan Pelaksana Danantara, Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa sisa 49 pesawat yang dipesan oleh Garuda Indonesia akan mulai tiba pada tahun 2031 hingga 2032 mendatang. Hal ini mengindikasikan waktu yang cukup lama sebelum armada baru bisa beroperasi secara penuh untuk mendukung layanan penerbangan negara.
Rosan menegaskan bahwa kesepakatan antara Garuda dan Boeing sudah dilakukan sebelum pandemi COVID-19 melanda. Situasi ini menegaskan bahwa perjalanan transaksi pembelian pesawat ini telah berlangsung jauh sebelum keadaan global berubah, menunjukkan perencanaan yang matang dalam industri penerbangan.
“Hingga saat ini, hanya satu pesawat Boeing yang sudah dikirim, yang berarti masih ada 49 pesawat yang perlu dibahas lebih lanjut,” ujarnya di Jakarta Selatan. Pertemuan antara Boeing dan manajemen Garuda menunjukkan komitmen bersama untuk menyelesaikan proses ini dengan baik.
Langkah-langkah Praktis untuk Mengoptimalkan Armada Penerbangan
Dalam menghadapi tantangan ini, Rosan meminta agar manajemen Garuda Indonesia memaksimalkan penggunaan armada yang saat ini tersedia. Ini merupakan langkah strategis yang penting untuk memastikan layanan penerbangan tetap berkualitas meskipun dalam keadaan pasokan pesawat baru yang terbatas.
Suntikan modal Danantara senilai US$1 miliar, atau sekitar Rp16,32 triliun, diharapkan dapat mendukung operasional armada yang ada. Saat ini, sudah tercatat sekitar Rp6,65 triliun telah ditransfer ke kas Garuda sebagai bagian dari rencana pendanaan yang lebih luas.
“Ada sejumlah pesawat dari Citilink dan Garuda yang sudah tidak dapat terbang akibat perawatan yang kurang maksimal,” tambahnya. Ini merugikan perusahaan, karena meskipun pesawat tidak beroperasi, tetap ada kewajiban untuk membayar leasing.
Tiga Strategi Utama untuk Garuda Indonesia ke Depan
Rosan juga menjelaskan bahwa ada tiga langkah penting yang harus diambil oleh Garuda untuk meningkatkan efisiensi penerbangannya. Pertama, sangat penting untuk mengoptimalkan pesawat yang sudah di-grounded agar bisa kembali beroperasi.
Kedua, manajemen harus fokus pada pemanfaatan setiap pesawat secara maksimal agar frekuensi penerbangan meningkat. Hal ini diharapkan dapat mendukung revenue perusahaan dan memberikan pengalaman yang lebih baik bagi penumpang.
Ketiga, pendorongan untuk melakukan transformasi dalam berbagai aspek operasional termasuk teknologi dan pelayanan juga menjadi perhatian utama. “Kami ingin manajemen Garuda berpikir jangka panjang, bukan hanya dalam waktu dekat,” lanjut Rosan.
Komitmen Jangka Panjang dalam Pembelian Pesawat Baru
Pembelian 50 pesawat baru dari Boeing tetap menjadi bagian dari komitmen pemerintah Indonesia, meski Renegosiasi dalam hal harga dan syarat pengadaan pesawat diharapkan bisa dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa investasi ini memberikan nilai yang optimal bagi perusahaan dan negara.
Meski begitu, Rosan enggan mengungkapkan apakah pembelian pesawat baru ini akan menggunakan dana dari Danantara atau tidak. “Kami akan mencoba untuk renegosiasi agar syarat yang kami dapat lebih menguntungkan,” katanya.
Dalam konteks yang lebih luas, pemerintah juga telah menjalin kesepakatan lain, termasuk pembelian produk energi dari Amerika Serikat senilai US$15 miliar. Ini termasuk komoditas minyak mentah yang diharapkan dapat mendukung ketahanan energi nasional.
Pembicaraan mengenai investasi di kilang minyak di Indonesia juga menjadi bagian dari rencana tersebut. “Investasi ini penting untuk meningkatkan kapasitas pengolahan dan mengurangi ketergantungan pada impor,” tandasnya.