Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, baru-baru ini mengungkapkan modus yang digunakan pengusaha untuk menghindari kewajiban pajak. Praktik ini melibatkan penyamaran sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) demi mendapatkan fasilitas pajak yang lebih ringan.
Bimo menjelaskan bahwa pengusaha nakal ini memanfaatkan aturan yang menyatakan bahwa UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun hanya dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya penyalahgunaan sistem perpajakan.
“Ada beberapa praktik dari wajib pajak yang mendapat fasilitas PPh final 0,5 persen ini melakukan praktik bouncing atau menahan omzet dan melakukan praktik firm splitting atau pemecahan usaha,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI.
Penghindaran Pajak Melalui Praktik Bouncing dan Firm Splitting
Praktik bouncing merupakan teknik di mana pengusaha menahan omzet agar tidak melampaui batas yang ditentukan. Dengan cara ini, mereka berharap tetap dianggap sebagai UMKM dan menghindari pajak yang lebih tinggi.
Sementara itu, firm splitting adalah strategi di mana pengusaha memecah usaha mereka menjadi beberapa entitas agar masing-masing tetap berada di bawah batas omzet yang ditentukan. Ini adalah cara yang licik untuk mengakali sistem perpajakan.
Bimo menambahkan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi situasi ini. Upaya untuk menyusun revisi aturan pajak sedang dilakukan guna menekan potensi penyelewengan di sektor ini.
Pemerintah Siap Revisi Aturan Pajak untuk Cegah Penyelewengan
Kementerian Keuangan kini tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022. Perubahan ini difokuskan pada pasal-pasal yang berkaitan dengan subjek pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
“Kami mengusulkan adanya perubahan di pasal 57 ayat 1 dan 2 untuk mengatur ulang siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas pajak tersebut,” kata Bimo. Hal ini dimaksudkan untuk mengecualikan wajib pajak yang berpotensi digunakan sebagai sarana untuk menghindari pajak.
Revisi ini adalah bagian dari langkah pemerintah untuk menerapkan aturan anti-avoidance yang lebih ketat. Hal ini dianggap sebagai langkah penting untuk menjaga integritas sistem perpajakan di Indonesia.
Modus Pengusaha dan Implikasi bagi Sektor UMKM
Di balik praktik yang merugikan ini, terdapat dampak serius bagi sektor UMKM yang benar-benar berusaha mematuhi aturan. Penyelewengan pajak oleh segelintir pengusaha nakal dapat menghambat perkembangan usaha yang beretika.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga mengungkapkan kebijakan untuk menanggulangi masalah ini. Ia mencatat bahwa banyak pengusaha yang berusaha memecah usaha untuk membebaskan diri dari kewajiban pajak yang lebih tinggi.
Praktik semacam ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga bisa memperburuk iklim kompetisi bagi pelaku bisnis yang patuh pada peraturan perpajakan. Keadilan dalam berbisnis menjadi tantangan serius yang perlu segera diatasi.
Kewajiban Negara dan Kepatuhan Wajib Pajak
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua wajib pajak, termasuk perusahaan besar dan UMKM, membayar pajak sesuai dengan kapasitas mereka. Hal ini penting demi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur.
Namun, kewajiban ini juga bergantung pada kepatuhan dari para wajib pajak. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi dan pemahaman yang cukup mengenai manfaat dari membayar pajak secara tepat.
Dengan demikian, upaya preventif dan edukatif perlu dilakukan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak. Melalui program sosialisasi yang efektif, diharapkan para pengusaha dapat memahami pentingnya membayar pajak secara jujur dan adil.
















