CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang melaksanakan pemangkasan jumlah komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan pelat merah di Indonesia.
Rosan menjelaskan bahwa pengurangan ini mencakup Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang sebelumnya memiliki lebih dari 12 komisaris. Saat ini, jumlah tersebut sudah berkurang menjadi rata-rata lima orang, mencerminkan upaya untuk merampingkan struktur organisasi agar lebih efektif.
Dalam pernyataannya, Rosan menegaskan bahwa pemangkasan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang berlangsung di setiap perusahaan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam reformasi BUMN yang berkelanjutan.
Pemangkasan Komisaris: Langkah Strategis untuk BUMN
Tindakan pemangkasan komisaris ini bertujuan untuk menghindari duplikasi fungsi dan meningkatkan daya saing BUMN. Dengan jumlah komisaris yang lebih sedikit, diharapkan pengambilan keputusan dapat berlangsung lebih cepat dan transparan.
Namun, tidak semua BUMN mengalami pengurangan komisaris. Masih terdapat perusahaan yang memiliki lebih dari enam komisaris, seperti PT Kereta Api Indonesia dan PT Pertamina. Keduanya tetap memiliki struktur komisaris yang lebih besar meskipun banyak BUMN lain telah mengalami pemangkasan.
Rosan menekankan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap struktur BUMN terus dilakukan sebagai bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto. Ini bertujuan agar semua BUMN dapat beroperasi secara efisien dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Perubahan Sistem Tantiem Komisaris dan Direksi BUMN
Salah satu perubahan signifikan yang dilakukan adalah penghapusan sistem tantiem bagi komisaris BUMN. Rosan memastikan bahwa ke depan, komisaris tidak akan menerima tantiem terkait kinerja perusahaan, melainkan hanya berdasarkan operasional atau pendapatan yang realistis.
Pernyataan ini menunjukkan tekad pemerintah untuk menata kembali pengelolaan keuangan di BUMN guna menghindari praktik keuangan yang tidak transparan. Rosan menjelaskan bahwa banyak komisaris BUMN sebelumnya menerima tantiem yang tidak sebanding dengan kinerja mereka.
Dalam pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Presiden Prabowo Subianto bahkan menyoroti kenyataan ini. Ia mencatat beberapa komisaris BUMN meraup tantiem hingga Rp40 miliar setahun dengan hanya menghadiri rapat sebulan sekali, yang dinilai tidak adil dan tidak etis.
Langkah Ke Depan: Evaluasi dan Penataan BUMN
Rosan menjelaskan bahwa instruksi dari Presiden Prabowo mengharuskan Danantara melakukan pembenahan yang menyeluruh. Ini termasuk pengurangan jumlah anggota komisaris BUMN serta penghapusan sistem tantiem untuk semua komisaris, termasuk bagi mereka yang berada di perusahaan pelat merah.
Selain itu, direksi BUMN yang tercatat mengalami kerugian juga tidak akan berhak mendapatkan tantiem. Ini merupakan langkah untuk menegakkan akuntabilitas di tingkat manajemen BUMN dan memastikan bahwa insentif diberikan secara adil dan berimbang.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan BUMN tidak hanya dapat berfungsi dengan lebih efektif tetapi juga lebih transparan dalam pengelolaannya. Ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memperbaiki citra dan kinerja BUMN di mata masyarakat.