Tidur merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, namun sering kali diabaikan. Dalam beberapa tahun terakhir, kebangkitan kesadaran akan pentingnya tidur yang berkualitas menjadi fenomena global yang menarik perhatian banyak orang.
Saat ini, tidur bukan hanya sekadar aktivitas rutin, tetapi telah menjadi topik diskusi serius di berbagai platform, termasuk media sosial dan jurnal kesehatan. Banyak orang mulai memahami bahwa tidur yang cukup berpengaruh langsung terhadap kesehatan fisik dan mental mereka.
Dalam konteks ini, sebuah laporan dari World Sleep Trends 2023 memberikan wawasan mendalam tentang pola tidur masyarakat di berbagai negara. Laporan tersebut mencakup informasi dari PlushCare yang menguji perilaku tidur di seluruh dunia, termasuk waktu tidur yang cukup dan penggunaan obat tidur.
Negara-negara dengan Tingkat Tidur Terbaik di Dunia
Pola tidur yang sehat sangat penting untuk menjaga kualitas hidup yang baik, dan beberapa negara menunjukkan hasil yang luar biasa dalam hal ini. Data menunjukan bahwa negara-negara seperti Belanda, Denmark, dan Swedia memiliki proporsi warga yang tidur antara 7 hingga 9 jam per malam, yang merupakan jumlah yang direkomendasikan oleh para ahli.
Belanda menduduki peringkat teratas dengan 77,05% pendudukya tidur cukup, yang menunjukkan komitmen masyarakat terhadap kesehatan tidur mereka. Diikuti oleh Denmark dengan persentase 76,17% dan Swedia 75,18%, semua negara ini membuktikan bahwa pendidikan tentang pentingnya tidur mampu mengubah pola kebiasaan masyarakat.
Di sisi lain, negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur mencatat angka sebaliknya. Misalnya, hanya 42,64% penduduk Qatar yang tidur cukup, diikuti Iran dengan 43,42% dan Korea Selatan dengan 45,45%. Tingkat stres yang tinggi dan budaya kerja yang melelahkan berkontribusi pada masalah kurang tidur di wilayah-wilayah tersebut.
Pola Tidur: Long Sleepers versus Short Sleepers
Dari segi kategori tidur, PlushCare mengidentifikasi dua kelompok: long sleepers, yang tidur lebih dari 10 jam, dan short sleepers, yang kurang tidur di bawah 5 jam. Dalam hal long sleepers, Australia menjadi juara dengan 8,60% warganya tidur lebih dari 10 jam per malam, sedangkan Mesir dan Selandia Baru mengikuti di belakang.
Sayangnya, bukan semua negara memiliki kecenderungan tidur yang sama. Iran mencatatkan angka terendah untuk long sleepers, yaitu hanya 1,32%. Negara-negara seperti Vietnam dan Jepang juga menunjukkan angka yang menyedihkan dalam kelompok long sleepers ini.
Di sisi short sleepers, Qatar kembali mencatat angka tertinggi, dengan 36,64% penduduknya tidur kurang dari 5 jam. Kondisi ini menjadi perhatian serius mengingat dampak buruk dari kurang tidur terhadap kesehatan jangka panjang. Sebagai perbandingan, Belanda, Swedia, dan Denmark justru menunjukkan angka short sleepers yang sangat rendah, hanya berkisar antara 6-7% saja.
Hubungan Antara Tidur dan Jam Kerja di Berbagai Negara
Studi yang dilakukan PlushCare juga menyadari adanya hubungan antara jam tidur dan jam kerja di negara-negara OECD. Denmark misalnya, menunjukkan rasio tidur yang sangat baik dengan 2,01 jam tidur per 1 jam kerja, menjadikannya salah satu negara paling sehat dalam hal keseimbangan kerja dan tidur.
Di sisi lain, Meksiko tercatat sebagai negara dengan rasio terendah, hanya 1,19 jam tidur per 1 jam kerja. Penduduk Meksiko cenderung bekerja lebih banyak dibandingkan dengan yang lain, yang berdampak pada kualitas tidur yang rendah.
Korea Selatan juga menjadi sorotan dengan rasio hampir serupa, yaitu 1,21. Masyarakat di negara ini berjuang dengan budaya kerja intensif yang sering kali mengorbankan waktu tidur mereka. Keseimbangan yang tidak sehat ini merupakan tantangan yang harus segera diatasi.
Tren Inovatif dalam Meningkatkan Kualitas Tidur
Tidak terkecuali negara-negara yang tergolong memiliki pola tidur sehat, warga Skandinavia cenderung aktif mencari solusi untuk meningkatkan kualitas tidur mereka. Swedia, Norwegia, dan Denmark tercatat sebagai negara dengan pencarian obat tidur tertinggi di dunia, seperti melatonin dan magnesium.
Fenomena ini sering kali berkaitan dengan kondisi alam di wilayah utara Eropa, di mana malam yang sangat pendek atau tidak ada malam membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam menjaga kualitas tidur. Beberapa metode yang dipraktikkan termasuk menyiapkan ruangan gelap dan menggunakan teknik ‘divorce duvets’ untuk pasangan yang berbagi tempat tidur.
Namun, ada juga trend yang lebih ekstrem dan kontroversial, seperti ‘mouth taping’, yang merupakan praktik menutup mulut dengan plester saat tidur untuk menghentikan kebiasaan bernapas melalui mulut. Praktik ini sempat viral di media sosial, namun para ahli mengingatkan bahwa tindakan-tindakan tersebut berisiko dan harus dilakukan dengan pengawasan medis.