Ombudsman Republik Indonesia baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengenai kualitas beras yang dikelola oleh program stabilisasi pasokan dan harga pangan. Banyak konsumen yang mengeluhkan masalah terkait beras yang dianggap tidak memenuhi standar, terutama dalam hal kadar air dan aroma yang dihasilkan.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menjelaskan bahwa isu ini sering kali muncul ketika masyarakat membeli beras dari program tersebut. Kehadiran keluhan ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan mutu beras yang disediakan pemerintah.
Di samping itu, pemerintah bahkan memberikan akses bagi konsumen untuk mengembalikan beras yang dianggap tidak berkualitas. Namun, mekanisme pengembalian tersebut dirasa rumit, sehingga banyak konsumen lebih memilih untuk diam.
Analisis Kualitas Beras dalam Program Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan
Kualitas beras yang dikelola oleh program ini menjadi sorotan utama. Yeka mengungkapkan ada dua aspek utama yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, yaitu kadar air dan bau beras. Pengujian yang tidak konsisten terhadap kualitas beras sering menyebabkan konsumen merasa dirugikan.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas, diperlukan kebijakan yang lebih ketat dalam pengawasan beras yang masuk ke dalam program ini. Konsumen berhak mendapatkan produk yang berkualitas, tanpa harus khawatir akan kerugian finansial akibat beras yang tidak layak.
Sejalan dengan hal itu, Ombudsman meminta pemerintah untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan beras yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar konsumen lebih memahami kondisi dan standar kualitas beras yang mereka terima.
Penyaluran Beras yang Belum Mencapai Target
Penting untuk dicatat bahwa penyaluran beras dalam program ini juga mengalami banyak kendala. Yeka menjelaskan bahwa hingga saat ini, realisasi penyaluran baru mencapai 302 ribu ton dari target 1,5 juta ton untuk tahun ini. Angka ini menunjukkan bahwa hanya 20 persen dari yang diharapkan yang dapat terpenuhi.
Realisasi yang dicapai dari periode Januari hingga 7 Februari 2025 menunjukkan angka 180 ribu ton. Sementara itu, dari 8 Juli hingga 1 September 2025, tercatat sebanyak 122 ribu ton beras yang disalurkan. Ini menunjukkan rata-rata penyaluran harian yang sangat minim.
Dengan realisasi yang hanya 2.392 ton per hari, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasar beras sangat terbatas. Menurut perhitungan, konsumen membutuhkan sekitar 86.700 ton beras setiap harinya, sehingga angka penyaluran tersebut hanya mencapai 2,75 persen dari total kebutuhan.
Dampak Kurangnya Penyaluran terhadap Harga Beras
Akibat dari rendahnya penyaluran beras ini adalah harga beras yang masih tetap tinggi di pasaran. Yeka menekankan bahwa tanpa adanya kenaikan volume penyaluran, isu harga beras tidak dapat teratasi secara efektif. Aspek ini sangat krusial bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada beras sebagai bahan pangan utama.
Dengan harga yang terjaga tinggi, banyak keluarga yang akan merasakan dampak negatif pada daya beli mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mencari solusi yang lebih efektif dalam peningkatan penyaluran beras.
Pengawasan dan perencanaan yang lebih baik juga diperlukan untuk memastikan bahwa program ini berjalan sesuai dengan harapan. Bila langkah ini tidak dilakukan, kondisi perekonomian masyarakat akan semakin tertekan karena masalah harga pangan yang terus membengkak.