Istana Republik Indonesia telah membantah tuduhan mengenai manipulasi data terkait pertumbuhan ekonomi yang diumumkan untuk kuartal II tahun 2025. Pertumbuhan ekonomi yang tercatat sebesar 5,12 persen menuai berbagai tanggapan, terutama dari kalangan ekonom dan analis yang meragukan keakuratan angka tersebut.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk transparan dalam melaporkan data. Ia menyatakan bahwa data yang dikemukakan selalu mencerminkan situasi nyata yang terjadi di lapangan tanpa adanya penyelewengan.
Dalam pernyataannya, Hasan memberikan contoh dari data pertumbuhan ekonomi sebelumnya. Pada kuartal IV tahun 2024, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,02 persen, dan pada kuartal I tahun 2025 mengalami penurunan menjadi 4,87 persen, yang juga diumumkan oleh pemerintah.
Pertumbuhan Ekonomi dan Kontroversi di Sekitar Data Tersebut
Sejumlah faktor memicu keraguan terhadap validitas pertumbuhan ekonomi yang dipublikasikan. Ekonom seperti Bhima Yudhistira mencatat adanya kejanggalan pada data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terutama terkait dengan kinerja sektor industri dalam negeri.
Bhima mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi BPS tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan mencolok antara data industri pengolahan yang menunjukkan pertumbuhan signifikan dan indeks PMI Manufaktur yang mengalami kontraksi.
Menurut data BPS, kontribusi sektor industri pengolahan mencapai 18,67 persen terhadap PDB, dengan pertumbuhan 5,68 persen. Namun, PMI Manufaktur menunjukkan penurunan yang konsisten dari level 47,4 menjadi 46,9 per akhir Juni 2025, menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi data.
Akomodasi dan Riset Konsumsi yang Mencurigakan
Selain kinerja industri, pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga diragukan. Meskipun kontribusinya terhadap perekonomian sebesar 54,25 persen, pertumbuhannya tercatat hanya 4,97 persen. Bhima menyoroti bahwa idealnya, konsumsi rumah tangga harus tumbuh di atas 5 persen agar mendukung angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Andry Satrio Nugroho dari Indef menilai bahwa ada anomali di dalam pertumbuhan sektor perdagangan dan eceran. Ia mengkritik pertumbuhan sektor ini yang di atas 5 persen, yang bertentangan dengan hasil riset di lapangan yang menunjukkan perlambatan dalam belanja konsumen.
Dengan tren yang berlanjut ini, banyak yang merasa bahwa data pertumbuhan ekonomi seharusnya mendapatkan klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah. Ketidakpastian dalam angka-angka ini menuntut penjelasan yang komprehensif untuk menghindari potensi kebingungan di kalangan masyarakat dan pelaku ekonomi.
Menilai Ketepatan Data dan Riset yang Mendukungnya
Ekonom senior juga mengangkat pertanyaan mengenai indikator ekonomi yang lebih luas. Jika sektor-sektor seperti akomodasi dan makanan tercatat tumbuh meskipun ada pengurangan anggaran, ini menunjukkan bahwa data yang disajikan mungkin sejalan dengan kepentingan tertentu.
Kritik datang dari berbagai penjuru mengenai keabsahan data yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mempertahankan kepercayaan publik dan kredibilitasnya di mata masyarakat luas.
Gejolak di pasar kerja, seperti pemutusan hubungan kerja di sektor padat karya, juga menjadi sorotan. Hal ini menciptakan kesenjangan antara data pertumbuhan yang diumumkan dan situasi nyata yang dirasakan banyak masyarakat.
Seiring dengan suhu debat yang semakin menghangat, banyak ekonom berharap agar pemerintah lebih terbuka dalam memberikan penjelasan. Misalnya, mereka meminta penjelasan yang substansial mengenai metodologi yang digunakan dalam perhitungan data pertumbuhan ekonomi agar publik bisa lebih memahami transformasi yang terjadi di dalam perekonomian nasional.
Komunikasi yang lebih baik dan transparansi dalam penyampaian informasi diharapkan dapat mengurangi keraguan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi yang diterapkan. Hanya dengan cara ini, pemerintah dapat memperoleh dukungan yang lebih solid dari semua elemen masyarakat dalam rangka memajukan perekonomian tanah air.