PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) semakin proaktif dalam mengedepankan transisi menuju energi bersih dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk pembangkit listrik. Inisiatif ini sejalan dengan tujuan pemerintah terkait Nationally Determined Contributions (NDC) dan Net Zero Emission (NZE) yang telah ditetapkan secara nasional.
Direktur Utama PLN EPI, Rakhmad Dewanto, menjelaskan pentingnya langkah ini dalam Workshop Bioenergi – Biomass Business Opportunity. Perhelatan tersebut diadakan oleh Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara (ASPEBINDO) bekerja sama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Jakarta.
Rakhmad juga memaparkan target PLN EPI untuk tahun ini, yang menetapkan pencapaian 3 juta ton biomassa sebagai bagian dari upaya pengurangan emisi. Nilai tersebut diperkirakan setara dengan sekitar 3% dari volume batu bara yang dikelola PLN dan berpotensi menurunkan emisi CO2e hingga 3,3 juta ton per tahun.
Di samping itu, PLN EPI berupaya untuk memastikan volume pasokan energi yang memadai di tengah pertumbuhan permintaan di sektor listrik. Pasokan batu bara diproyeksikan mencapai 99,76 juta ton, diikuti dengan pasokan gas yang mencapai hampir 40% dari kebutuhan nasional setiap harinya.
PLN EPI juga tidak hanya fokus pada penyediaan listrik, tetapi juga aktif mengembangkan infrastruktur energi yang meliputi regasifikasi LNG serta penguatan logistik bahan bakar minyak. Ke depan, perusahaan ini tengah membangun rantai pasok biomassa nasional yang lebih efisien melalui kolaborasi dengan berbagai mitra di seluruh Indonesia.
Peran Biomassa dalam Transisi Energi Indonesia yang Berkelanjutan
Rakhmad menjelaskan bahwa PLN menjalankan pemanfaatan biomassa dengan program cofiring di 52 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Inisiatif ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang diatur dalam Permen ESDM No. 12/2023, dan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk memanfaatkan biomassa tanpa harus membangun PLTU baru.
Kepada para pemangku kepentingan, Rakhmad menjelaskan lebih lanjut bahwa tingkat cofiring bisa bervariasi tergantung pada tipe boiler yang digunakan. Mulai dari 10% untuk pulverized coal hingga 70% untuk tipe stoker, sehingga menjadi langkah strategis untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan.
Sejak tahun 2021, volume pemanfaatan biomassa mengalami kenaikan yang menjanjikan, dari 312 ribu ton menjadi prediksi 1,8 juta ton pada tahun 2024. Dengan pengembangan ini, PLN EPI optimis dapat mencapai target tiga juta ton biomassa pada tahun 2025.
Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar, diperkirakan mencapai 130 juta ton per tahun dari berbagai limbah pertanian, industri, serta hutan tanaman energi. Dengan demikian, PLN EPI bertujuan untuk mengembangkan ekosistem biomassa nasional, yang tidak hanya digunakan untuk kebutuhan kelistrikan tetapi juga untuk industri dan potensi ekspor.
Model ekosistem biomassa terpadu adalah yang dicanangkan oleh PLN EPI, mencakup pengumpulan bahan baku, sub-hub, hingga fasilitas mixing dan quality control. Dengan upaya ini, PLN EPI berkomitmen untuk menjadi pelopor dalam sektor biomassa di tanah air.
Kolaborasi sebagai Kunci Kesuksesan dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan
Dalam forum yang sama, Ketua Umum ASPEBINDO dan Komisaris PLN EPI, Anggawira, menekankan pentingnya kolaborasi antar sektor untuk mendorong transisi energi yang lebih maju. Kehadiran pengusaha muda dalam upaya ini dianggap sangat penting untuk mendorong perkembangan sektor energi baru terbarukan.
Anggawira mengekspresikan dukungannya terhadap pengembangan biomassa, baik untuk pasar domestik maupun internasional. Ia menyoroti potensi luar biasa yang ada dalam sektor ini, yang dapat memberi dampak positif untuk perekonomian serta lingkungan.
Lebih jauh, ia mengajak para pengusaha muda untuk aktif terlibat dalam bisnis energi baru terbarukan. Menurutnya, Indonesia membutuhkan lebih banyak pengusaha yang resilient untuk mengoptimalkan potensi biomassa yang tersedia.
Dengan keterlibatan yang kuat dari berbagai pihak, diharapkan pengembangan biomassa dapat berjalan lancar dan efisien. Melalui keterpaduan dan sinergi, transisi energi yang diharapkan dapat terwujud sesuai rencana.
Berdasarkan informasi yang ada, pemerintah mengidentifikasi biomassa sebagai elemen strategis dalam roadmap transisi energi menuju NZE 2060 atau lebih cepat. Penurunan emisi sebanyak 358 juta ton CO2e pada tahun 2030 masih dinilai realistis, dengan kontribusi sektor energi yang sudah mencapai 147 juta ton pada tahun 2024.
Transformasi Energi dan Pertumbuhan Berkelanjutan di Indonesia
Hingga semester pertama tahun 2025, bauran energi baru terbarukan di Indonesia tercatat sebesar 15,2%. Biomassa menjadi salah satu kontributor terbesar, terutama dalam pemanfaatan energi baru terbarukan secara langsung atau non-listrik. Ini menunjukkan bahwa pengembangan energi terbarukan di Indonesia semakin menunjukkan kemajuan yang signifikan.
Pemerintah juga tengah merancang skema percepatan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi melalui revisi Perpres 35/2018. Langkah ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi yang ada di sektor sampah menjadi sumber daya energi yang lebih bermanfaat.
Dengan upaya-upaya ini, prospek masa depan bagi energi terbarukan di Indonesia terlihat cerah. Biomassa diharapkan dapat menjadi pilar utama dalam transisi ke energi bersih yang berkelanjutan dan efisien. Pemanfaatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektor tentunya akan membawa dampak yang positif bagi lingkungan dan perekonomian nasional.