Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) baru-baru ini mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk mendiskusikan beberapa isu penting yang terkait dengan perekonomian negara, termasuk program Makan Bergizi Gratis. Isu ini menjadi sorotan karena menyangkut anggaran yang dialokasikan, serta dampaknya terhadap masyarakat yang paling membutuhkan.
Pertemuan ini berlangsung pada 29 September 2025, di mana AEI menyampaikan kekecewaan mereka terkait alokasi anggaran program Makan Bergizi Gratis. Menurut mereka, pengeluaran untuk program tersebut tidak proporsional jika dibandingkan dengan kebutuhan riil masyarakat.
“Alokasi untuk program MBG ini menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi anggaran,” kata perwakilan AEI, Lili Yan Ing. Terdapat tiga alasan utama yang menjadi pertimbangan AEI untuk meminta penghentian program tersebut.
Persoalan Anggaran Program Makan Bergizi Gratis yang Besar
AEI menyoroti besarnya anggaran sebesar Rp335 triliun yang telah dialokasikan oleh pemerintah untuk program Makan Bergizi Gratis tahun 2026. Mereka berargumen bahwa anggaran ini tidak sebanding dengan jumlah siswa yang benar-benar memerlukan bantuan makanan gratis.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa sekitar 800 ribu siswa dari total 80 juta siswa di Indonesia tidak pernah mendapatkan makanan yang layak. Selain itu, ada jauh lebih banyak yang mengalami kekurangan nutrisi setiap harinya.
Apa yang dilakukan pemerintah dianggap tidak efisien, karena dengan perhitungan sederhana, total biaya untuk menyuplai makanan tersebut jauh lebih rendah dari anggaran yang ditetapkan. “Seharusnya pemerintah lebih selektif dalam menyalurkan anggaran kepada mereka yang benar-benar membutuhkan,” tambah Lili.
Keterlibatan Orang Tua Murid yang Minim
Selain masalah anggaran, AEI juga menekankan pentingnya keterlibatan orang tua dalam program ini. Minimnya partisipasi orang tua dikatakan menjadi salah satu faktor yang menghambat efektivitas program Makan Bergizi Gratis.
Menurut Lili, orang tua seharusnya dilibatkan dalam proses evaluasi dan implementasi program ini agar dapat memberikan masukan yang konstruktif. “Tanpa adanya keterlibatan aktif dari orang tua, sulit untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam peningkatan gizi anak-anak,” jelasnya.
Keterlibatan orang tua diharapkan dapat menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam program. Dengan demikian, program ini dapat dievaluasi dan diperbaiki berdasarkan umpan balik masyarakat.
Kurangnya Transparansi dalam Evaluasi Program
AEI juga menyoroti kurangnya transparansi dalam evaluasi program Makan Bergizi Gratis. Mereka meminta agar hasil evaluasi dibagikan kepada masyarakat agar dapat diketahui sejauhmana efektivitas program ini.
“Transparansi adalah kunci. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana program ini berjalan dan apakah memang benar-benar memberi manfaat,” ungkap Lili. Tanpa adanya informasi yang jelas, masyarakat tidak bisa turut serta dalam membangun program yang lebih baik.
Melihat masalah yang ada, AEI merasa penting untuk ada tindakan tegas dari pemerintah. “Jika tiga faktor yang kami kemukakan ini tidak ditangani dengan baik, kami khawatir program ini hanya akan menjadi beban keuangan negara dan tidak memberi manfaat nyata kepada masyarakat,” tambahnya.
Kasus Keracunan Menjadi Sorotan Publik
Selain isu-isu di atas, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis juga mendapat perhatian khusus setelah munculnya kasus keracunan makanan yang menimpa banyak anak. Sejak awal tahun 2025, sekitar 5.000 anak dilaporkan mengalami keracunan makanan yang diduga berasal dari makanan yang disuplai melalui program ini.
Pemerintah merasa perlu untuk mengambil langkah serius terhadap isu keselamatan anak ini. Menteri Koordinator Bidang Pangan mengungkapkan bahwa seluruh kasus keracunan akan diselidiki secara mendalam untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang.
“Keselamatan anak adalah prioritas utama. Kami berkomitmen untuk menutup unit pelayanan yang bermasalah hingga evaluasi dan investigasi selesai dilakukan,” jelasnya. Sebuah tindakan yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi anak-anak dari potensi bahaya.
Kesimpulan dan Tindakan Selanjutnya yang Diperlukan
Pertemuan antara AEI dan pemangku kepentingan lainnya menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis. Permintaan untuk menghentikan program ini tidak datang tanpa alasan yang jelas dan mendalam.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu untuk mengevaluasi kembali alokasi anggaran serta meningkatkan keterlibatan masyarakat, khususnya orang tua. Hal ini penting agar ke depannya program ini dapat menjalankan fungsinya secara optimal dalam meningkatkan kesejahteraan anak-anak di Indonesia.
Adalah menjadi tanggung jawab kolektif untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan nutrisi yang layak, serta bahwa anggaran publik yang dialokasikan digunakan secara efisien dan transparan. Masyarakat berharap pemerintah mengambil langkah konkret untuk meningkatkan program ini agar memberikan manfaat yang lebih luas dan efektif.