Jakarta menjadi pusat perhatian seiring dengan perkembangan industri hiburan yang terus bertransformasi. Salah satu perusahaan kunci dalam sektor ini adalah Hybe, yang dikenal luas karena keterikatan dengan grup musik fenomenal, Bangtan Sonyeondan (BTS). Meski berusaha mendiversifikasi sumber pendapatan, data terbaru menunjukkan bahwa mereka masih sangat bergantung pada BTS untuk menghasilkan keuntungan.
Hybe baru-baru ini melaporkan hasil keuangan yang mencolok, dengan pendapatan kuartalan tertinggi yang pernah mereka raih. Angka tersebut mencapai 705,6 miliar won, setara dengan sekitar Rp7,2 triliun, dan sekitar 63% dari pendapatan itu berasal dari aktivitas artis, termasuk konser dan penjualan album.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun terjadi penurunan 8,4% dalam penjualan album secara tahunan, pendapatan dari konser meningkat signifikan. Sektor ini menyumbang 26,7% dari total pendapatan, dengan angka mencapai 188,7 miliar won dan naik 31% dibandingkan tahun sebelumnya.
Analis Hyundai Motor Securities, Kim Hyun-yong, mencatat bahwa hampir 40% dari pendapatan konser Hybe berasal dari tur dunia J-Hope yang bertajuk “Hope on the Stage”. Ini menunjukkan bahwa tur ini memiliki dampak yang cukup besar, di mana J-Hope sendiri menyumbang sekitar 75,5 miliar won, hampir 10% dari pendapatan kuartalan Hybe.
Strategi Diversifikasi dan Kesulitan yang Dihadapi Hybe
Sejak tahun 2022, Hybe berupaya mendorong perusahaan ini menuju model bisnis yang lebih terdiversifikasi. Pendiri Hybe, Bang Si-hyuk, berkomitmen untuk menjadikan Hybe sebagai perusahaan yang mengadopsi pendekatan “360 derajat”. Dengan bersandar pada potensi kekayaan intelektual dalam musik dan teknologi, mereka berharap untuk mengurangi ketergantungan pada artis tunggal.
Strategi yang diadopsi ini terinspirasi oleh model bisnis perusahaan-perusahaan besar seperti Disney. Namun, perjalanannya tidak semulus yang diharapkan. Meskipun Hybe berinvestasi dalam grup baru dan memperluas platform Weverse, mereka masih menghadapi tantangan dalam menemukan artis baru yang dapat menyamai daya tarik komersial BTS.
Fenomena NewJeans sempat memberi harapan, karena menjadi salah satu bintang K-Pop generasi baru. Namun, masalah hukum yang melibatkan anak perusahaan Hybe menyebabkan grup ini mengalami kebangkitan yang terhambat. Di sisi lain, Katseye, grup perempuan yang dibentuk oleh Hybe America dan Geffen Records, belum menunjukkan dampak finansial yang signifikan meski telah memiliki sejumlah lagu yang masuk ke Billboard Hot 100.
Pendapatan tidak langsung dari merchandise, lisensi, konten, dan keanggotaan fan club juga menunjukkan kontribusi yang signifikan, mencapai 37% atau 257,8 miliar won. Namun, masih terlihat jelas bahwa kontribusi utama untuk hasil keuangan Hybe sangat tergantung pada artis, terutama BTS.
Perubahan dalam Paradigma Bisnis: Apa Selanjutnya untuk Hybe?
Melihat masa depan, Hybe perlu berfokus pada penciptaan ekosistem yang lebih berkelanjutan di mana mereka tidak hanya bergantung pada nama besar. Dengan mempertimbangkan keberhasilan model “Disney-style”, mereka dapat terus mengembangkan divisi lain seperti produksi film dan konten digital.
Penting bagi Hybe untuk mengevaluasi keselarasan antara strategi diversifikasi dan kebutuhan pemangku kepentingan. Ini termasuk pemain baru dalam industri K-Pop yang sedang naik daun dan potensi untuk menjalin kolaborasi dengan artis luar negeri, yang dapat meningkatkan visibilitas global mereka.
Hybe juga harus memanfaatkan data penggemar yang mereka kumpulkan untuk memahami lebih baik keinginan dan preferensi audiens mereka. Ini akan menciptakan basis yang lebih kuat untuk meluncurkan grup-grup baru dan proyek-proyek lain yang dapat membangun loyalitas dan mengurangi ketergantungan pada nama besar seperti BTS.
Semua faktor ini menunjukkan bahwa perjalanan Hybe tidak hanya mengenai inovasi dalam musik, tetapi juga tentang bagaimana mereka membentuk identitas dan narasi yang lebih luas dalam industri hiburan global saat ini.