Harga beras di berbagai pasar semakin meroket meskipun stok beras dari Perum Bulog dalam keadaan melimpah. Memasuki akhir Mei, cadangan beras yang dimiliki Bulog tercatat mencapai angka 3,7 juta ton, mencetak rekor tertinggi sepanjang berdirinya perusahaan. Di tengah situasi demikian, harga beras justru menunjukkan arah yang sebaliknya, menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat dan pelaku pasar.
Saat harga beras terus meningkat, banyak pihak mempertanyakan faktor yang mendasari fenomena ini. Bagaimanapun juga, harga seharusnya mencerminkan kondisi pasokan, dan dengan stok yang melimpah, harga beras ideally harusnya bisa menurun.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya kenaikan harga beras di 191 daerah di Indonesia. Bahkan, terdapat daerah yang mencatat harga beras hingga Rp54.772 per kilogram, angka yang sangat jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Mengapa Harga Beras Terus Naik Meski Stok Melimpah?
Pemeriksaan harga beras menunjukkan bahwa di zona 1 yang mencakup Jawa, Lampung, dan Sulawesi, harga pada minggu pertama Agustus 2025 mencapai rata-rata Rp14.731 per kilogram. Ini menunjukkan peningkatan 1,07 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Kebangkitan harga beras tertinggi terjadi di Kabupaten Wakatobi sebesar Rp19.881 per kilogram, diikuti Bolaang Mongondow Timur dan Buton Utara dengan masing-masing harga Rp18.000 dan Rp17.788 per kilogram. Hal ini memperlihatkan disparitas yang signifikan di antara harga beras antar daerah.
Zona 2, yang meliputi Aceh dan Kalimantan, mengalami rata-rata harga beras Rp15.744 per kilogram, dengan kenaikan 1,25 persen dari bulan sebelumnya. Kabupaten Mahakam Ulu bahkan mencatat harga tertinggi di zona ini, mencapai Rp20.685 per kilogram.
Konon, di zona 3 yang mencakup Maluku dan Papua, harga rata-rata beras menyentuh Rp20.068 per kilogram dengan Intan Jaya mencatat harga tertinggi hingga Rp54.772 per kilogram. Hal ini mengindikasikan bahwa lonjakan harga tidak hanya terjadi di pulau Jawa tetapi juga di bagian lain Indonesia.
Faktor Penyebab Kenaikan Harga Beras di Pasar Indonesia
Salah satu penyebab utama di balik fenomena harga beras yang terus melonjak adalah kebijakan pemerintah yang melakukan penyesuaian harga gabah kering panen (GKP) menjadi Rp6.500 per kilogram. Kebijakan tersebut memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, namun berdampak pada biaya produksi beras yang meningkat di sisi industri.
Peningkatan biaya menyebabkan pelaku industri penggilingan dan distribusi terpaksa menyesuaikan harga jual beras kepada konsumen. Hal ini terutama berpengaruh pada harga beras medium yang dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah struktur pasar yang dianggap tidak efisien. Rantai distribusi yang panjang sering membuat petani kecil sangat tergantung pada tengkulak, yang akan mengambil margin saat menjual beras ke pedagang besar.
Penurunan efisiensi ini menjadi salah satu akar masalah yang menyebabkan harga beras tetap tinggi. Di sisi lain, kesenjangan antara penggilingan kecil dan korporasi besar juga memperburuk situasi, di mana korporasi memiliki kekuatan untuk mengendalikan stok dan harga.
Situasi ini membuat distributor besar dan bandar beras memiliki pengaruh dominan dalam penentuan harga, sementara Bulog tidak mampu mengendalikan pasar dengan efektif.
Praktik Terbaik untuk Mengatur Pasokan Beras di Indonesia
Menurut pengamat pertanian, untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan taraf hidup petani, penting bagi mereka untuk tergabung dalam koperasi dan memiliki unit penggilingan sendiri. Dengan cara ini, petani bisa menjual beras dengan nilai tambah lebih tinggi dan mengurangi panjangnya rantai distribusi.
Dalam konteks ini, adalah kuncinya untuk memastikan bahwa harga sewa lahan pertanian juga tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Mekanisasi pertanian menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas di sektor ini.
Sementara itu, pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor mengungkapkan bahwa pemerintah harus lebih bijaksana dalam mengelola dan mengawasi pasokan beras. Tindakan preventif diperlukan untuk menghindari kelangkaan yang dapat memicu lonjakan harga.n
Empat aturan emas dalam pengelolaan pangan perlu diperhatikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah memperhatikan sinyal harga dan menjamin bahwa lembaga penyimpan stok pangan bersifat independen, sehingga pengelolaannya lebih efektif.
Pemerintah juga harus menekan penguasaan lapangan dari jumlah beras di pasaran. Idealnya, hanya 10 persen dari total beras yang beredar yang dikuasai oleh pemerintah, sementara sisa 90 persen diserahkan kepada pengusaha untuk dikelola.
Pentingnya Kebijakan Berbasis Fakta dalam Mengelola Sekor Pangan
Kebijakan yang berbasis pada fakta adalah kunci untuk mencapai kestabilan harga beras yang optimal. Dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang tepat, pemerintah dapat lebih efektif dalam merespons dinamika pasar beras saat ini.
Jika tidak, pemerintah mungkin beralih pada solusi yang tidak berkaitan dengan isu semula, seperti masalah beras oplosan yang tidak menyentuh akar permasalahan yang dihadapi petani dan konsumen. Kesejahteraan para petani sangat tergantung pada pengelolaan yang cermat serta kebijakan yang mendukung.
Ketidakpastian yang terus-menerus ini hanya akan memperburuk situasi dan menciptakan ketidakstabilan di pasar beras. Lebih dari itu, pemerintah perlu mengedepankan upaya untuk membangun rasa saling percaya antara pengusaha dan pemangku kebijakan, demi kemajuan sektor pangan yang lebih baik.
Dengan cara ini, diharapkan taraf hidup petani bisa ditingkatkan dan stabilitas harga beras bisa terwujud, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan nasional dapat tercapai secara berkelanjutan.
Jika semua langkah ini diambil dan diterapkan dengan tepat, masalah harga beras yang tidak menentu di Indonesia diharapkan dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.