Jakarta, di tengah tantangan perekonomian global, emiten pembiayaan PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF) mencatat kontraksi laba yang cukup signifikan pada semester pertama tahun 2025. Pencapaian mereka terus menjadi sorotan, dengan laba yang diatribusikan ke entitas induk tercatat sebesar Rp601,65 miliar, menurun 21,37% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam laporan keuangan terbaru yang diungkapkan melalui keterbukaan informasi, terlihat jelas bahwa laba di tahun 2024 mencapai Rp765,19 miliar. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan bisnis pembiayaan yang kini semakin kompetitif.
Dari aspek pendapatan, ADMF melaporkan pendapatan usaha sebesar Rp4,71 triliun, yang juga mengalami penurunan sebesar 5,75% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp5,00 triliun. Hal ini menunjukkan adanya tekanan pada kinerja keuangan mereka dalam periode ini.
Selain itu, total piutang pembiayaan perusahaan juga menunjukkan penurunan menjadi Rp27,02 triliun per Juni 2025, turun 6,69% secara tahunan. Penurunan ini diakibatkan oleh lesunya pembiayaan konsumen dan pembiayaan mudharabah, meski sektor sewa pembiayaan menunjukkan tren positif dengan peningkatan kinerja.
Kualitas Aset yang Berangsur Membaik di Sektor Pembiayaan
Meskipun pendapatan menurun, ADMF mampu memperbaiki kualitas aset dengan rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NFP) yang menurun dari 0,73% menjadi 0,26% pada paruh pertama tahun ini. Peningkatan ini menjadi sinyal positif bagi kepercayaan investor dan peminjam di tengah ketidakpastian ekonomi.
Penting untuk dicatat bahwa total beban yang diderita oleh ADMF mencapai Rp3,95 triliun, mencerminkan adanya efisiensi dalam pengelolaan biaya dengan penurunan sebesar 2,04%. Ini menunjukkan bahwa perusahaan berupaya untuk menekan beban operasional sambil tetap menjaga kinerja finansial yang stabil.
Dalam hal permodalan, ADMF mencatat total aset sebesar Rp31,24 triliun pada Juni 2025, yang mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp32,58 triliun per 31 Desember 2024. Meskipun terdapat penurunan, perusahaan berhasil menjaga likuiditas untuk menunjang operasional jangka panjang.
Tantangan di Industri Pembiayaan yang Menghantui Pertumbuhan
Di tengah pencapaian yang variatif, industri multifinance secara keseluruhan juga menghadapi tantangan akibat perlambatan pertumbuhan piutang pembiayaan. Data terbaru menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan di sektor ini hanya naik 2,83% pada Mei 2025, angka ini menjadi yang terendah sejak awal tahun.
Dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun lalu, pertumbuhan piutang multifinance kini jauh lebih rendah, ketika di Mei 2024 pertumbuhan masih mencapai 10,82%. Hal ini menjadi pertanda bahwa industri pembiayaan menghadapi banyak hambatan yang membuat pertumbuhan semakin sulit dicapai.
Para pelaku industri, seperti Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), mengindikasikan bahwa sektor pembiayaan konsumtif mengalami tekanan yang cukup besar. Mereka berharap adanya stimulus dari pemerintah yang dapat mendorong daya beli masyarakat kembali, agar pertumbuhan sektor ini dapat pulih.
Peluang dan Harapan untuk Sektor Pembiayaan ke Depan
Kondisi yang sulit ini mendorong Ketua Umum APPI, Suwandi, untuk mendorong kebijakan pemerintah yang dapat mendukung pertumbuhan. Pembiayaan di segmen multiguna, misalnya, dikatakan hampir tidak berkembang, yang sejalan dengan penjualan mobil yang lesu hingga semester I 2025.
Suwandi memproyeksikan bahwa penjualan mobil tahun ini hanya akan mencapai 800.000 unit, jauh di bawah target Gaikindo yang mencapai 900.000 unit. Proyeksi ini menunjukkan bagaimana konsumen sangat berhati-hati dalam melakukan pembelanjaan besar.
Untuk melihat pergerakan dan pemulihan di sektor otomotif dan multifinance, pemerintah diharapkan segera mengeluarkan paket stimulus yang dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Ini adalah langkah penting agar industri ini dapat kembali ke lintasan pertumbuhan yang positif.
Di sisi lain, industri juga menunggu katalis dari acara otomotif yang dapat memberikan dorongan bagi penjualan dan pembiayaan. Dalam keadaan saat ini, banyak pihak berharap agar ekonomi domestik mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Mendorong konsumsi adalah kunci untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada dalam sektor pembiayaan.