Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan akan segera menindaklanjuti temuan penting dari Ombudsman RI. Temuan ini berkaitan dengan penggunaan beras medium dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), di mana seharusnya yang digunakan adalah beras premium sesuai kontrak.
Dadan Hindayana menyatakan, “Itu kan temuan, nanti kita tindak lanjuti,” saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan. Tindakan ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa program gizi yang bertujuan meningkatkan kesehatan anak-anak sekolah berjalan sesuai standar yang ditetapkan.
Ia menambahkan bahwa jika ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum yang tidak mengikuti ketentuan kontrak, akan ada pemeriksaan mendalam. Pengawasan ini penting agar semua pihak dapat mempertanggungjawabkan kualitas bahan makanan yang disediakan.
Pentingnya Kualitas Bahan Makanan dalam Program Gizi
Ombudsman juga mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian ini merugikan anak-anak yang seharusnya mendapatkan asupan bergizi. Di daerah seperti Bogor, SPPG menerima beras medium dengan kadar patah melebihi 15 persen meskipun kontrak mencantumkan beras premium. Hal ini jelas terlihat sebagai pelanggaran prosedur yang seharusnya ditaati.
Kusharyanto, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi, menegaskan bahwa negara membayar harga premium, tetapi kualitas yang diterima anak-anak justru tidak optimal. Ini adalah ironi yang sangat menyedihkan dalam upaya pemerintah untuk memberikan pendidikan yang berkualitas.
Menurunnya kualitas sajian MBG tentu saja berpengaruh pada daya serap materi pelajaran oleh anak-anak. Seperti yang diungkapkan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, situasi ini adalah hal yang sangat merugikan dan seharusnya segera diatasi untuk menjaga keberlangsungan program.
Masalah Sebagian Terpadu dalam Penyelenggaraan MBG
Temuan Ombudsman tidak hanya berfokus pada masalah kualitas bahan pangan, tetapi juga mengidentifikasi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan program ini. Di sejumlah daerah, terdapat berbagai masalah seperti ketidaksegaran sayuran dan kelengkapan lauk-pauk yang disediakan untuk anak-anak.
Keterbatasan tenaga dan kompensasi bagi relawan serta guru yang terlibat dalam proses distribusi makanan juga menjadi perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa aspek manajerial dalam program ini perlu mendapatkan perhatian lebih agar lebih efektif dan efisien.
Sistem pengawasan digital yang dimiliki BGN saat ini masih dianggap kurang memadai. Kurangnya data real-time mengenai mutu bahan dan insiden keracunan bisa berakibat fatal dan perlu segera diperbaiki. Terutama dalam konteks penjaminan kualitas, sistem yang lebih baik harus diterapkan.
Rekomendasi untuk Perbaikan Tata Kelola Program Gizi
Setelah berbagai temuan tersebut, Ombudsman memberikan beberapa rekomendasi untuk memperbaiki tata kelola MBG. Perbaikan tersebut mencakup transparansi, akuntabilitas, dan fokus pada pihak-pihak yang menjadi penerima manfaat di lapangan.
Diperlukan juga pembentukan standar mutu bahan (AQL) yang lebih tegas untuk menjamin bahwa semua bahan makanan yang digunakan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini akan membantu mencegah terulangnya kesalahan yang sama di masa depan.
Penyempurnaan dalam hal pengendalian mutu di dapur juga sangat penting. Sebagai langkah awal, penyuluhan tentang pentingnya kualitas bahan pangan seharusnya dapat dilakukan kepada semua pihak yang terlibat dalam program ini.
Dengan demikian, diharapkan program Makan Bergizi Gratis dapat memberikan manfaat yang nyata dan optimal bagi anak-anak di sekolah. Langkah-langkah ini cukup penting untuk menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas program di masa depan.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait harus diperkuat. Hanya dengan kerja sama yang sinergis, tujuan dari program ini dapat dicapai dengan baik.