Presiden Prabowo Subianto baru saja meluncurkan insentif baru yang dikenal sebagai Program “8+4+5”, yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam sebuah konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa program ini terdiri dari delapan program akselerasi untuk tahun 2025 serta empat program lanjutan untuk tahun 2026, dan lima program utama untuk penyerapan tenaga kerja.
Program ini diharapkan dapat membantu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen di tahun 2025. Namun, pemerintah telah merevisi proyeksi tersebut ke angka yang lebih rendah, yakni sekitar 4,7 hingga 5 persen, mengingat keadaan ekonomi yang belum stabil.
Dari berbagai program tersebut, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance, M Rizal Taufikurahman, mencatat bahwa dampak dari stimulus ini tidak akan terasa instan. Kecepatan penyerapan anggaran dan implementasi di lapangan memainkan peran penting dalam efektivitas program ini.
Menganalisis Komponen Program “8+4+5” dan Dampaknya Terhadap Ekonomi
Program “8+4+5” dirancang dengan berbagai komponen untuk memberikan stimulus pada segmen ekonomi yang berbeda. Beberapa di antaranya adalah bantuan langsung seperti pengadaan beras 10 kilogram dan diskon untuk iuran BPJS. Semua ini ditujukan untuk mendorong daya beli masyarakat yang sedang tertekan oleh kondisi ekonomi saat ini.
Rizal meyakini dampak dari program berbasis bantuan langsung dapat terlihat dalam waktu 2 hingga 3 bulan. Namun, untuk program yang lebih berorientasi pada padat karya, seperti perbaikan permukiman dan pelatihan, efeknya baru akan terasa dalam waktu yang lebih lama.
Oleh karena itu, diperlukan waktu minimum enam bulan, bahkan sampai 12 bulan, agar dampak program ini benar-benar terlihat. Penyerapan anggaran yang efisien dan konsisten juga sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program-program ini.
Evaluasi Efektivitas dan Kelemahan Program Stimulus Ekonomi
Menurut Rizal, meskipun paket stimulus ini mencakup berbagai aspek, ada beberapa kritik yang perlu diperhatikan. Pertama, skala stimulus dianggap relatif kecil dibanding kebutuhan nyata masyarakat yang memerlukan dukungan lebih substansial.
Kedua, Rizal menyoroti bahwa dukungan terhadap sisi penawaran, seperti perbaikan logistik dan produktivitas UMKM, perlu diseimbangkan agar tidak menimbulkan inflasi baru dalam perekonomian. Ini adalah elemen penting yang harus diintegrasikan dalam program stimulus yang baru diluncurkan itu.
Ditambah lagi, paket stimulus ini harus mampu memberikan dorongan yang signifikan pada konsumsi rumah tangga dan penciptaan lapangan kerja di sektor yang membutuhkan. Jika penyerapan stimulus berjalan progresif, ada peluang besar untuk mempertahankan momentum pertumbuhan di atas angka 5 persen.
Menyoroti Pentingnya Konsistensi dan Sinergi Kebijakan Ekonomi
Dari sudut pandang ekonom, konsistensi pelaksanaan dan penyelarasan kebijakan sangat penting dalam mencapai target yang ditetapkan. Keterpaduan antara berbagai kebijakan yang berorientasi pada pengembangan infrastruktur dan peningkatan keberdayaan masyarakat akan sangat menentukan.
Program “8+4+5” dirancang untuk tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga untuk memberikan landasan yang lebih kuat bagi pertumbuhan jangka panjang. Sebuah pendekatan holistik diperlukan dalam melaksanakan kebijakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kedepannya, perhatian juga harus diberikan kepada faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada pencapaian target, seperti inflasi dan stabilitas harga pangan. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus ini bukanlah satu-satunya jalan, tetapi perlu disertai dengan langkah-langkah pendukung lainnya.